PENGERTIAN
DAN KEDUDUKAN MATAN HADIS

Disusun oleh :
Risydatussalma
Septyandini
Lucky Anjani
Helmy Ariefandi
PROGRAM STUDI PERBANKA SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVRSITAS ISLAM NEGRI SUNAN
KALIJAGA 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, segala
puji bagi Allah atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang
tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “pengertian dan kedudukan matan hadis.”
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
qur’an dan hadis, makalah ini kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, baik dari internet maupun dari buku langsung.
Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
program studi Perbankan Syariah. kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada para pembaca kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan pembuatan makalah ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
DAFTAR ISI
Contents
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sanad
dan matan merupakan dua unsur pokok hadits yang harus ada pada setiap hadist,
antara keduanya memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisakan.
Suatu berita tentang rasulullah SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau
susunan sanadnya, yang demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya suatu
susunan sanad, meskipun bersambung sampai rasul, jika tidak ada berita yang
dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist.
Pembicaran
dua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadist, matan dan sanad diperlukan
setelah rasul wafat. Hal ini karna berkaitan dengan perlunya penelitian
terhadap otentisitas isi berita itu sendiri apakah benar sumbernya dari rasul
atau bukan.Upaya ini akan menentukan bagaimana kualitas hadits tersebut, yang
akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at islam.
A. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
definisi, kedudukan, dan urgensi sanad hadis ?
2. Apa
saja sebab-sebab terjadinya perbedaan sanad ?
3. Apa
saja bagian-bagian yang diteliti dalam sanad ?
4. Apa
saja langkah-langkah dalam penelitian sanad ?
5. Apakah
yang dimaksud pengertian dan kedudukan matan hadis ?
6. Apa
saja sebab-sebab terjadinya perbedaan matan hadis ?
7. Apa
saja faktor-faktor pentingnya penelitian matan ?
8. Apa
saja bagian-bagian yang diteliti serta langkah-langkah penelitian matan ?
BAB II PEMBAHASAN
1.
Definisi, urgensi, dan kedudukan sanad hadis
Kata sanad menurut bahasa ialah sesuatu yang kita bersandar
kepadanya, baik itu berupa tembok dan yang lainnya. Kata sanad juga
dapat diartikan dengan punggung atau puncak bukit. Dalam istilah ahli hadis, sanad
ialah” jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis”. Ulama yang lain
misalnya, al-Syayuthi mengatakan bahwa sanad ialah, menerangkan
tentang jalan yang manyampaikan kita kepada matan hadis, ia menyamakan
dengan isnad menurut sebagian ulama hadis. Sanad, kadang
diartikan thariq(jalan) dan juga wajh, digunakan dalam maksud
yang sama. Sanad memegang peranan penting dalam menentukan keabsahan
suatu hadis, sampai-sampai ia dipandang setengah dari agama.
Urgensi sanad dalam kajian hadist dapat dilihat dari ungkapan Ibn Sirin
yang menejajarkan sanad dengan agama. Oleh karena itu dalam mengembil sanad
hendaklah dilihat darimana sanad itu berada. Demikian juga pendapat Abdullah
ibn Mubarrak yang menjadikan sanad sebagi bagian dari agama. Dua pendapat ulama
tersebut sudah dapat mewakili pentingnya sanad dalam hadist. Di samping itu
penulis kontenporer masalah hadist M.M. Azami juga menulis tentang Isnad and
its Signifinance.
Semakin banyak periwayat hadist yang meriwayatkan suatu hadis maka
semakin baik. Hadis yang hanya diriwayatkan oleh beberapa orang saja disebut
dengan hadis ahad dan apabila diriwayatkan oleh banyak orang tiap
tingkatannya semakin banyak serta tidak memungkinkan mereka itu berkumpul untuk
berbohong maka hadis tersebut dihukumi sebagai hadist mutawatir.
Metode penggunaan sanad dalam hadis bukanlah suatu hal yang baru
dalam tradisi Arab. Tradisi sanad sudah ada jauh sebelum Islam datang, misalnya
dalam kitab Yahudi(Mishna). Namun, sanad baru berkembang sebagai metode sejak
adanya Islam.
Penggunaan sanad dalam islam pada awalnya dalam bentuk sederhana
dan semakin berkembang setelah Islam berkembang luas. Sanad dalam bentuk
awalnya sering dipakai sahabat dalam meriwatkan hadis dengan menyndarkan diri
kepada Rasulullah saw. Hal ini dilakukan sahabat kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya, tabi’in dan sterusnya sampai adanya pembukaan hadis dengan munculnya beberapa ulama
hadist.
Berbeda dengan pendapat di atas, kebanyakan di kalangan sarjana
Barat tidak memahami bahwa pemakaian isnad sejak tahun 94H dimana sahabat Urwah
adalah orang pertama menghimpun hadis nabi. Pada awal pemakaian ini, belum
disebut isnad dan yang dijadikan rujukan hanyalah Al-Qur’an. Oleh karena itu,
pemakaian sanad baru ada jauh setelah Rasulullah saw wafat.
2. Sebab-sebab
Terjadinya Perbedaan Sanad
Perbedaan sanad terjadi karema hadis dari Rasulullah itu perowinya banyak
jadi ada yang sanadnya langsung ke Aisyah sebagai perowi terdekat Rasulullah
dan ada pula yang melalui beberapa sahabat Rasulullah. Jadi oleh sebab itu mengapa
ada hadis dhoif karena bisa jadi perowinya banyak tapi tidak sampai ke
Rasulullah.
3. Bagian-bagian
yang Diteliti Dalam Sanad
1. Kaidah-kaidah Mayor Kritik Sanad dan Matan
Kaidah kritik sanad dan matan hadits dapat diketahui dari pengertian
istilah hadits shahih. Menurut ulama hadits, misalnya Ibnu al-Shalah (w. 643
H), menyatakan bahwa hadits shahih ialah “Hadits yang bersambung sanadnya
sampai kepada Nabi, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabit sampai
akhir sanad, di dalam hadits itu tidak terdapat kejanggalan (syudzuz) dan
kecacatan (illat)”.
Dari istilah
pengertian tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur hadits shahih menjadi:
1. Sanadnya bersambung sampai
kepada Nabi.
2. Periwayatnya bersifat adil.
3. Periwayatnya bersifat dhabit.
4. Di dalam hadits itu tidak
terdapat kejanggalan (syudzuz).
5. Di dalam hadits itu tidak
terdapat kecacatan (illat).
Lima unsur yang terdapat dalam kaidah mayor untuk sanad di atas
sesungguhnya dapat didapatkan menjadi tiga unsur saja, yakni unsur-unsur
terhindari dari syudzuz dan terhindar dari illat dimasukkan pada unsur pertama
dan ketiga. Pemadatan unsur-unsur itu tidak mengganggu substansi kaidah sebab
hanya bersifat metodologi untuk menghindari terjadinya tumpang tindih
unsur-unsur, khususnya dalam kaidah minor.
2. Kaidah-kaidah Minor dalam Kritik
Sanad
Apabila masing-masing unsur kaidah mayor bagi keshahihan sanad disertakan
unsur-unsur kaidah minornya, maka dapat dikemukakan butir-butirnya sebagai
berikut:
1. Unsur kaidah mayor yang
pertama, sanad bersambung, mengandung unsur-
unsur kaidah minor:
a. Muttasil (bersambung)
b. Marfu’ (bersandar kepada nabi)
c. Mahfuz (terhindar dari syudzuz)
d. Bukan Muall (bercacat)
2. Unsur kaidah mayor yang kedua,
periwayatnya bersifat adil, mengandung unsur-unsur kaidah minor:
a. Beragama Islam
b. Mukallaf (balig dan berakal sehat)
c. Melaksanakan ketentuan agama Islam
d. Memelihara adab
3. Unsur kaidah mayor yang ketiga,
periwayatnya bersifat dhabit, mengandung unsur-unsur kaidah minor:
a. Hapal dengan baik hadits yang
diriwayatkannya.
b. Mampu dengan baik menyampaikan riwayat hadits
yang dihapalnya kepada orang lain.
c. Terhindar dari syudzuz.
d. Terhindar dari illat.
Dengan acuan kaidah mayor dan kaidah minor bagi sanad tersebut, maka
penelitian sanad hadits dilaksanakan. Sepanjang semua unsur diterapkan secara
benar dan cermat, maka penelitian akan menghasilkan kualitas sanad dengan
tingkat akurasi yang tinggi.
4. Kaidah-kaidah Minor dengan Kritik Matan
Kaidah mayor untuk matan, sebagaimana telah disebutkan, ada dua macam,
yakni terhindar dari syuzuz dan terhindar dari illat. Ulama hadis tampaknya
mengalami kesulitan untuk mengemukakan klasifikasi unsur-unsur kaidah minornya
secara rinci dan sistematik. Dinyatakan demikian, karena dalam kitab-kitab yang
membahas penelitian hadits, sepanjang yang penulis telah mengkajinya, tidak
terdapat penjelasan klasifikasi unsur-unsur kaidah minor berdasarkan
unsur-unsur kaidah mayornya. Padahal untuk sanad, klasifikasi itu dijelaskan.
Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan bahwa ulama hadits tidak menggunakan
tolok ukur dalam meneliti matan. Tolok ukur itu telah ada, hanya saja dalam
penggunaannya, ulama hadis menempuh jalan secara langsung tanpa bertahap
menurut unsur tahapan kaidah mayor, misalnya dengan memperbandingkan matan
hadis yang sedang diteliti dengan dalil naqli tertentu yang lebih kuat dan
relevan. Jadi, kegiatan penelitian tidak diklasifikasi, misalnya langkah
pertama meneliti kemungkinan adanya syuzuz dengan unsur-unsur kaidah minornya,
lalu diikuti langkah berikutnya meneliti kemungkinan adanya illat dengan
unsur-unsur kaidah minornya juga.
Yang dapat dinyatakan sebagai kaidah keshahihan matan, oleh jumhur ulama
dinyatakan sebagai tolok ukur untuk meneliti kepalsuan suatu hadits. Menurut
jumhur ulama, tanda-tanda hadits palsu ialah:
1. Susunan bahasanya rancu.
2. Isinya bertentangan dengan akal yang
sehat dan sangat sulit diinterprasikan secara rasional.
3. Isinya bertentangan dengan tujuan pokok
agama islam.
4. Isinya bertentangan dengan hukum dan
sunnatullah.
5. Isinya bertentangan dengan sejarah pasti.
6. Isinya bertentangan dengan petunjuk
al-Quran ataupun hadits mutawattir yang telah mengandung suatu peunjuk secara
pasti.
7. Isinya berada di luar kewajaran diukur
dari petunjuk umum ajaran islam.
Walaupun butir-butir tolok ukur penelitian matan tersebut tampak
menyeluruh, tetapi tingkat akurasinya ditentukan juga oleh ketetapan
metodologis dalam penerapannya. Untuk itu kecerdasan, keluasan pengetahuan, dan
kecermatan peneliti sangat dituntut.
4. Langkah-langkah
dalam Penelitian Sanad
Prosedur
yang dipakaiuntuk mengetahui
kebersambungan sanad adalah:
·
Mencatat semua perowi.
·
Mempelajari semua biografi dan aktifitas keilmuan
setiap perowi.
·
Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara perowi
dengan perowi terdekat sanad untuk memastikan bahwa 1 perowi pernah bertemu
dengan perowi sebelumnya.
5. Pengertian
dan Kedudukan Matan Hadist
Kata matan atau al-Matan menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang
nampak dan yang asli.
Dalam perkembangan karya penulisan ada matan dan ada syarah. Matan disini
dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan
bahasa yang universal, padat, dan singkat. Sedangkan syarah-nya dimaksudkan
penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadis,
Hadis sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh
para ulama, misalnya shahih al-Bukhari di Syarihkan oleh Al-Asqalani dengan
namaFath Al-Bari dan lain-lain.
Menurut istilah Matan adalah sesuatu kalimat setelah berakhirnya Sanad.
Definisi lain menyebutkan beberapa lafal hadis yang membentuk beberapa makna. Berbagai
redaksi definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya sama yaitu
materi atau isi berita hadis itu sendiri yang datang dari Nabi Saw.
Misalnya
dalam hadist al-Bukhari :
“Telah memberitakan kepada ku
Muhammad bin al-Mutsanna... dari Nabi
Muhammad Saw sabdanya: Tiga perkara, yang barang siapa mengamalkannya niscaya
memperoleh kelezatan iman. Yakni: 1) Allah dan Rasulnya hendaklah lebih
dicintai dari pada selainnya. 2) Kecintaan kepada seseorang, tak lain karena
Allah Swt semata-mata dan 3) Keenggananya kembali kepada kekufuran, seperti
keenggananya dicampakkan ke neraka”.
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadist ialah: Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi
Muhammad atau bukan, Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist
lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Matan hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan
syariat islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
6. Sebab-sebab
Terjadinya Perbedaan Matan Hadist
1.
Al-riwayah bi al-ma’na
Terjadi perbedaan tentang boleh dan tidaknya periwayatan secara makna
tersirat dari suatu hadist. Adanya
silang pendapat ini tidak menghalangi kemurnian hadist yang datang dari
Rasulullah Saw, dikarenakan pendapat mayoritas ulama memperbolehkan periwayatan
semacam ini dengan beberapa syarat dan kriteria. Adanya syarat dan kriteria
tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa meriwayatkan hadist
secara makna. Pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan al-riwayah bi
al-ma’na ini terkesan berhati-hati dengan adanya syarat-syarat tertentu, yaitu:
·
Yang meriwayatkan harus orang yang benar-benar
menguasai dan ahli di bidang hadist dengan mengetahui lafadz, arti, makna, dan
tujuan kandungan hadist.
·
Yang diriwayatkan secara makna bukan hadist yang sudah
di bukukan, bahkan ada pendapat yang mengatakan hanya sebelum masa kodifikasi.
·
Yang diriwayatkan bukan termasuk hal yang ta’abbudi.
·
Yang diriwayatkan bukan termasuk hadist jawami’ul
kalim.
·
Perowi secara makna seharusnya mencantumkan redaksi au
kama qala, sebagaimana perkataan Nabi Saw.
·
Hanya diperbolehkan bagi perowi yang lupa lafadznya
atau kesulitan untuk meriwayatkannya sesuai redaksi asli sehingga tepaksa meriwayatkan secara makna.
·
Periwayatan tidak sampai bertolak belakang dengan
sumber syariat, dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
7. Faktor
Pentingnya Penelitian Matan
·
Karena adanya perbedaan matan maka bisa jadi karena
perowinya banyak sehingga dari apa yang disampaikan Rasulullah sudah berubah ke
perowinya karena banyaknya perowi.
·
Banyaknya pemalsuan hadits setelah Rasul wafat yang
terjadi pada zaman Khalifah Ali bin Abi Muthalib.
·
Proses penghimpunan hadits ke dalam kitab-kitab hadits
yang memakan waktu cukup lama setelah Rasul wafat.
·
Jumlah kitab
hadits yang sangat banyak dengan metode penyusunan yang sangat beragam.
·
Terjadinya
periwayatan hadits secara makna.
8. Bagian-bagian
yang Diteliti Serta Langkah-langkah Penelitian Matan
1)
Perbandingan
hadis dengan Al-Qur’an
2)
Perbandingan beberapa riwayat tentang suatu
hadis,yaitu perbandingan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya
3)
Perbandingan antara matan suatu hadis dengan hadis
yang lain
4)
Perbandingan antara matan suatu hadis dengan berbagai
kejadian yang dapat dieterima akal sehat, pengamatan panca indera atau berbagai
peristiwa sejarah
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Ø Kata sanad
menurut bahasa ialah sesuatu yang kita bersandar kepadanya, baik itu
berupa tembok dan yang lainnya. Kata sanad juga dapat diartikan dengan
punggung atau puncak bukit. Dalam istilah ahli hadis, sanad ialah” jalan
yang menyampaikan kita kepada matan hadis”. Ulama yang lain misalnya,
al-Syayuthi mengatakan bahwa sanad ialah, menerangkan tentang
jalan yang manyampaikan kita kepada matan hadis, ia menyamakan dengan isnad
menurut sebagian ulama hadis. Sanad, kadang diartikan thariq(jalan)
dan juga wajh, digunakan dalam maksud yang sama. Sanad
memegang peranan penting dalam menentukan keabsahan suatu hadis,
sampai-sampai ia dipandang setengah dari agama.
Ø Kata matan
atau al-Matan menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang
asli.
Dalam
perkembangan karya penulisan ada matan dan ada syarah. Matan disini dimaksudkan
karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang
universal, padat, dan singkat. Sedangkan syarah-nya dimaksudkan penjelasan yang
lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadis, Hadis sebagai
matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama,
misalnya shahih al-Bukhari di Syarihkan oleh Al-Asqalani dengan namaFath
Al-Bari dan lain-lain.
Menurut
istilah Matan adalah sesuatu kalimat setelah berakhirnya Sanad. Definisi lain
menyebutkan beberapa lafal hadis yang membentuk beberapa makna. Berbagai
redaksi definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya sama yaitu
materi atau isi berita hadis itu sendiri yang datang dari Nabi Saw.
Ø Perbedaan
sanad terjadi karema hadis dari Rasulullah itu perowinya banyak jadi ada yang
sanadnya langsung ke Aisyah sebagai perowi terdekat Rasulullah dan ada pula
yang melalui beberapa sahabat Rasulullah. Jadi oleh sebab itu mengapa ada hadis
dhoif karena bisa jadi perowinya banyak tapi tidak sampai ke Rasulullah.
Ø Terjadi
perbedaan tentang boleh dan tidaknya periwayatan secara makna tersirat dari
suatu hadist. Adanya silang pendapat ini
tidak menghalangi kemurnian hadist yang datang dari Rasulullah Saw, dikarenakan
pendapat mayoritas ulama memperbolehkan periwayatan semacam ini dengan beberapa
syarat dan kriteria. Adanya syarat dan kriteria tersebut mengindikasikan bahwa
tidak semua orang bisa meriwayatkan hadist secara makna.
DAFTAR PUSTAKA
M.
Alfatih Suryadilaga. 2014. Jakarta. Pengantar Studi Qur’an Hadist
Prof.Dr.Muh.Zuhri. 2003. Yogyakarta. Telaah Matan
Hadist : Sebuah Tawaran Metodologis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar